Cara Menyembuhkan Autisme dengan cepat
Banyak yang bertanya pada saya… “Yun ada yang bilang kalau autisme itu bisa disembuhkan… bener gak sih?” Akhirnya dalam tulisan ini saya mau kasih memberikan pemahaman terlebih dahulu dalam menjawabnya.
Pertama… kata sembuh… seseorang dikatakan sembuh kalau mereka sakit… setuju dengan logika berpikir ini?
Masalahnya apakah autisme itu adalah penyakit? Nah… untuk yang masih kurang paham tentang autisme itu sendiri saya mau kasih gambaran :
Mari Kita Mulai…
Sejarahnya tahun 1797 ada seorang anak yang disebut “anak liar” yang ditemukan di Perancis karena perilakunya yang liar dan tidak mengerti bahasa apapun. Sampai anak ini ditemukan Profesor Biologi Joseph Bonnaterre. Anak ini coba dirawat akan tetapi selalu kabur ke hutan bahkan sampai 8 kali! Sampai akhirnya anak ini dirawat seorang dokter bernama Jean Marc Gaspard Itard dan nantinya menjadi jurnal penelitian. Anak ini diajari bicara dan mulai bisa beberapa kata. Dan dari sini dokter berkeyakinan yang membedakan manusia dengan hewan adalah kemampuan berbahaasa dan kemampuan berempati.
Istilah autisme itu sendiri berasal dari Dokter Paul Eugen Bleurer Abad ke-18 pada saat itu autisme dikaitkan dengan keadaan schizofrenia (orang awam kenal istilah ini “orang gila”). Autisme diartikan sebagai keadaan gangguan schizofrenia waktu masa kecil. Sampai pada masa DSM III (Buku pedoman dan kumpulan masalah kejiwaan) mulai mengkategorikannya sebagai gangguan biologis perkembangan otak dan tidak dianggap lagi sebagai “orang gila”/ Schizofrenia.
Namun ada yang tidak puas dengan jawaban tadi dan bertanya kembali : “tapi kan…. anaknya itu bermasalah, gak bisa belajar, dipanggil gak mau nengok, aneh aneh perilakunya dan lain sebagainya”, “kalau bukan penyakit gimana dong sebaiknya supaya baik?”
Saya mengerti yang anda rasakan…
Saya pun seorang Ibu dan saya merasakan sendiri bagaimana menjadi orang tua dengan anak yang terdiagnosa autis. Sama seperti keluarga lain dengan anak dengan diagnosa autisme tidak pernah ada di pikiran mereka untuk memimpikan anak dengan gangguan tersebut. Sampai saya belajar kembali dan menjadi seorang Holistic Psikoterapist…
Ini yang mau saya bagikan kepada anda yang masuk sampai halaman ini
Saya perkirakan anda yang masuk di sini memiliki anak dengan diagnosa autis dan mau anaknya “sembuh”.
Seperti yang saya katakan sebelumnya autis
bukan penyakit akan tetapi banyak orang awam yang berpikir tentang “kesembuhan”
autis. Baiklah supaya nyaman dibaca kita pakai terminologi “sembuh”. Sebelum
kita bahas apakah bisa “sembuh” maka perlu diperjelas “sembuh” yang seperti apa
dulu?
Manusia senantiasa bertransformasi
(berubah) menjadi diri sejati mereka dan beraktualisasi menjadi yang terbaik
sesuai peran yang mereka yakini di Bumi… anda sepakat dengan pernyataan ini?
Kalau ya… lanjut
membaca… siapapun dari kita senantiasa ada ruang untuk pengembangan diri. Maka
kalau bicara kata “sembuh” disini, mari kita pertanyakan sembuh yang seperti
apa dulu? Biar jelas… karena saya tau harapan orang tua itu besar sekali.
“Autisme dapat dikatakan sebagai sebuah gangguan perilaku, gangguan perkembangan; jadi dapat dibilang kalau tidak tepat untuk mengatakan autisme dapat disembuhkan karena memang bukan penyakit.“
Jangan diagnosa sendiri!
Saya sering sekali menjumpai orang tua sering
sekali salah paham masalah autisme. Ada yang mengatakan istilah “autis ringan”,
“autis biasa” bahkan “hampir autis”. Ketika saya menanyakan darimana Bapak atau
Ibu mengetahui anak tersebut autis? Ternyata bukan dari professional di
bidangnya atau hanya tebak-tebakan. Bicara autisme hanya 2 apakah anak itu
autis atau tidak… Jika ya atasi dengan tepat dan diagnosanya pun dari orang
yang tepat dan berwewenang.
Memang dalam Autisme sendiri ada istilah
spektrum ASD (Autism Spektrum Disorder). Mengapa dikatakan spektrum?
Karena ada gradasi dalam keadaan anak tersebut dan mungkin inilah yang disebut
berat atau ringan. Bagi saya pribadi kegunaan diagnosa adalah sebuah titik awal
untuk tindakan pencegahan atau intervensi dari permasalahan anak.
Coba sudut pandang ini… Saya sendiri secara pribadi tidak suka melabel seorang anak dengan
istilah autis. Mengapa? Karena satu ahli bisa memiliki diagnosa berbeda dengan
ahli yang lain dan setelah kurun waktu tertentu diagnosa pun bisa saja berubah!
Saya lebih suka menyebut mereka anak dengan masalah pencernaan atau anak dengan
masalah sensori…
Seorang dokter neurology dan ahli nutrisi, Natasha Campbell MD, MMedSci (Neurology),MMedSci (Nutrition)
menemukan permasalahan yang sama antara anak yang mengalami autis, ADD, ADHD, Dislexia, Dispraxia,
alergi dan Asma juga Alergi. Mereka memiliki masalah yang sama pada masalah
pencernaan mereka. Benerin dulu deh pencernaannyabiasanya mereka sudah ada
kemajuan. Kalau memang masih ada masalah baru dicari tahu lebih dalam…
Bicara penanganan manusia… manusia tentunya tidak akan lepas dari tiga aspek ini dalam hidupnya, yakni
Tubuh fisiknya, mentalnya atau cara berpikirnya dan spiritualnya atau kaitannya
dengan rohani. Maka dari itu jangan heran ketika ada aspek yang diperbaiki akan
berdampak pada aspek lainnya. Jangan heran kalau dalam penanganan autisme itu
sendiri akan ada yang berhasil ketika diterapi secara fisik, secara mental atau
dengan cara spiritual. Semua pendekatan bagus dan bayangkan kalau semua aspek
tersebut diterapkan dalam anak dengan masalah berkebutuhan khusus (Autisme)
tentunya akan ada efek yang lebih cepat atau setidaknya proses penanganan ada
hasilnya. Istilah yang melibatkan semua aspek ini disebut dengan Holistic
Therapy.
Di sini saya juga mau mengajak orang tua dengan masalah autisme untuk open mind dan bisa menerima
sudut pandang dari berbagai keilmuan. Selama berhasil kenapa tidak dicoba… jadi
tidak perlu fanatik pada satu metode saja atau terlalu terpaku dengan nama
besar. Lalu apa saran saya? Disinilah pentingnya diagnosa yang kuat tentang
masalah anak pada tahapan mana. Apa masalah fisiknya? Apa masalah mentalnya?
Dan apakah anda sendiri punya masalah dengan Tuhan? Memang diperlukan
keberanian untuk menerima keberadaan anak dan jujur atas apa yang terjadi dalam
hal ini.
Kembali ke Arti autis itu sendiri berasal dari kata “autos” atau artinya “aku”. Anak
autis ini sangat berpusat pada diri sendiri. Yang jadi masalah adalah ketika
mereka sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain hidup di masyarakat.
Bahkan ada beberapa literatur yang saya baca kalau anak autis sudah bisa
komunikasi mereka dapat dikatakan “sembuh”.
Lalu…?
Apakah sembuh seperti ini yang dimaksud? Kalau hanya untuk seperti ini saja tentu
relatif mudah untuk profesional yang sudah mengerti peta dalam penanganan autis
itu sendiri dan umumnya orang yang sedang memasarkan terapi juga cenderung
menunjukan claim testimonial yang berhasil sedangkan yang tidak berhasil
diumpetin… sah sah saja… Namanya juga jualan… akan tetapi saya mau ajak anda
orang tua dengan diagnosis autisme berpikir lebih jauh arti kesembuhan itu
sendiri…
Tidak semua orang yang berdefinisi sama tentang
arti “Kesembuhan” kalau saya mencermati kata claim “sembuh” hanyalah
bahasa iklan. Tulisan saya ini saya tujukan untuk keluarga dengan diagnosa
autisme dan menghimbau untuk mau mengenali harapan itu sendiri apalagi biayanya
pun tidak sedikit.
Lalu…?
Tiga Tahap Proses Pemulihan Autisme
Saya membagi proses penanganan autisme itu
sendiri pada 3 tahapan.
Tahap Pertama anak perlu bisa memberikan
ATENSI. Lalu baru masuk tahapan kedua bisa menerima PERINTAH, bisa diminta
untuk melakukan tugas tertentu dan terakhir, tahapan ketiga masuk pada tahapan
EDUKASI. Tahapan edukasi dimaksudkan untuk memberikan skill yang berguna bagi
anak tersebut.
Tahapan ini perlu diikuti dengan benar dan tidak bisa dilompat.
Anak yang belum bisa atensi jangan disekolahkan, anak yang belum bisa atensi
tidak bisa disuruh suruh melakukan sesuatu… sampai sini masuk akal?
Ketika seorang anak dengan diagnosa autis bisa
melalui 3 tahapan tersebut barulah proses edukasi akan mulai berjalan sesuai
dengan diri sejati mereka masing-masing. Namun kalau saya belum bisa
mengartikan ini sebagai “sembuh” tapi perjuangan ke tahap selanjutnya.
Jangan terpukau dengan kesuksesan semu…
Pernah dengar testimoni model begini? Anak saya dulu autis, sekarang sarjana. Anak saya dulu autis sekarang sudah sekolah… bisa membuat anak dengan diagnosa autis untuk bersekolah bahkan lulus jenjang pendidikan adalah baik akan tetapi perjuangan belum selesai; karena pada realitanya dunia tidak peduli anak tersebut autis atau tidak, yang mereka peduli adalah ketika apakah anak tersebut bisa berkarya dan memberikan karya yang layak dibeli orang lain (baca: laku untuk dibayar atau tidak). Jika hanya lulus banyak sekali lulusan dari anak yang tidak terdiagnosa autisme juga hanya menganggur tanpa kerja!
Bagaimana sebaiknya?
Sekolah tidak cukup… Siapapun manusia ketika mau meningkatkan diri akan melewati 3 hal dalam pengembangan diri yakni : Transformasi, skill dan terapi. Lalu bagaimana kaitannya dengan anak yang terdiagnosa autisme? Siapapun mereka, usia berapapun mereka, perlu untuk bisa memahami siapa diri sejati mereka, menggali makna terdalam diri mereka dan peran mereka di dunia ini. Jika ada hambatan maka terapi dilakukan dan tetap diberikan skill pendukung diri sejati mereka.
Apa maksudnya… saya mau jelaskan satu satu dari 3 hal tersebut :
Transformasi pada tahapan ini seseorang bisa mengenal diri sejati mereka dan dari sana menjadi titik awal seseorang akan bertindak menjalankan misi dalam hidupnya bukan sekadar hidup saja. Jangankan anak dengan diagnosa berkebutuhan khusus, orang biasa pun sering sekali TIDAK menemukan makna terdalam dalam hidup sehingga hanya hidup karena menjalankan hidup…
singkatnya tidak menemukan greget… dan tentu beda orang yang semangat dengan mengejar misi dari citra diri terdalam diri mereka dengan orang yang hanya sekadar ambisi mengejar pengakuan orang lain bukan? sampai disini… anda menyadari sesuatu? Jika setuju saya ajak anda untuk membantu menemukan makna terdalam untuk diri anak kita masing masing.
Skill atau kemampuan… kebanyakan orang tua mempersenjatai anaknya dengan skill yang banyak tanpa tau kapan menggunakan skill tersebut… saya ajak anda berpikir, dan kilas balik edukasi yang pernah kita terima di sekolah atau kuliah… apakah terpakai semua? Apakah yang kita pakai untuk mencari nafkah merupakan hal yang kita pelajari semua disekolah sewaktu dulu? Atau jangan jangan kita malah belajar hal baru lagi? Apa poinnya disini? Poinnya adalah apakah kita melengkapi pendidikan anak kita dengan hal yang mereka butuhkan untuk hidup nanti? Atau hanya sekadar menyekolahkan anak saja?
terakhir tentang TERAPI… bagaimanapun manusia dalam meraih yang diinginkannya terdapat hal yang membatasi mereka. Disinilah terapi diperlukan dalam pemberdayaan manusia. terapi yang mendukung perkembangan tubuh, mental dan spiritual
Kesimpulan
Kalau saya ditanya apakah autis bisa disembuhkan? Saya akan jawab tidak karena memang bukan penyakit. Jika ada claim sembuh sebaiknya pertanyakan dua hal ini? Apakah ini bahasa iklan? Sembuh seperti apa dulu? Namun lebih penting lagi mempertanyakan apa harapan dari orang tua sendiri. Benar… Setiap orang tua ingin yang terbaik bagi anak, hanya saja, penting juga memahami bahasa iklan apakah tepat dengan harapan.
Selalu ada 3 tahapan dalam penanganan autisme sampai akhirnya bisa diajarkan pengetahuan berguna. Tahapan petama adalah atensi yakni sejumlah terapi yang bisa dilakukan untuk membuat anak menjadi bisa perhatian atau merespons pada kita. Tahapan selanjutnya adalah tahap kedua yakni membuat seorang anak bisa menerima perintah, pada tahapan ini anak bisa disuruh melakukan tugas tertentu. Setelah itu baru masuk tahapan edukasi yakni memberikan skill. Jangan pernah lompat dari tahapan ini karena anak autis tidak bisa “sembuh” dengan hanya disekolahkan saja.
Kalau ditanya apakah anak autis bisa berdaya, sebagai orang tua dengan anak yang terdiagnosa autis saya optimis membesarkan anak saya menjadi yang terbaik sesuai dengan diri sejatinya dan menjadi yang terbaik bagi dirinya sendiri dan berguna bagi orang lain. Sejarah banyak mencatat karya anak autisme memberikan sumbangan berguna yang bisa dinikmati orang banyak. Dalam pendidikan dan membesarkan anak dengan diagnosa autisme tetap waspada dengan kesuksesan semu, dapat bicara atau dapat bersekolah bukanlah akhir perjuangan, tetap anak akan berkompetisi siapa yang diterima pasar itulah yang akan dihargai (baca : dibayar). Dan pada akhirnya proses dalam ruang pengembangan diri tidak akan lepas dari seseorang mengenal diri sejati mereka dan memberi arti peran sejati mereka di Bumi, melengkapi diri dengan kemampuan (skill) yang dibutuhkan dan melakukan terapi ketika ada hambatan dari dalam.